Friday 21 August 2015

PEMROSESAN INFORMASI





PEMROSESAN INFORMASI

Piaget dan Vygotsky telah memberikan sejumlah gagasan mengenai bagaimana anak-anak kecil berpikir serta bagaimana pemikiran mereka berubah. Pendekatan pemrosesan informasi telah menghasilkan riset yang memberikan penerangan mengenai bagaimana anak-anak memproses informasi di dalam kemampuannya memberikan perhatian terhadap lingkungannya, untuk mengingat dan untuk mengembangkan berbagai strategi dan memecahkan berbagai masalah, serta untuk memahami proses-proses mentalnya sendiri dan orang lain.



ATENSI 

Atensi merupakan sebuah kegiatan memfokuskan sumberdaya mental terhadap informasi tertentu. Kemampuan anak untuk memberikan perhatian meningkat secara signifikan selama masa prasekolah (Posner & Rothbart, 2007). Anak kecil yang baru belajar berjalan, berkeliling disekitarnya, mengalihkan perhatian dari aktivitas yang satu ke aktivitas lainnya, dan tampak bahwa perhatiannya pada objek atau peristiwa apa pun hanya berlangsung sebentar.

Anak-anak kecil terutama mengalami kemajuan dalam dua aspek atensi, atensi eksekutif dan atensi yang bertahan (Posner & Rothbart, 2008). 
Atensi eksekutif melibatkan perencanaan, mengalokasikan atensi menuju sasaran, mendeteksi dan kompensasi kesalahan, mengawasi perkembangan tugas, serta menghadapi situasi yang sulit dan rumit. 
Atensi yang tertahan adalah keterlibatan yang jauh dan mendalam dengan sebuah objek, tugas, kejadian, atau aspek lain dari lingkungan. 

Sistem atensi eksekutif mendukung cepatnya peningkatan dalam usaha pengendalian terhadap masa-masa batita dan prasekolah. Meningkatnya atensi tersebut sebagian disebabkan oleh kemajuan dalam komprehensi dan perkembangan bahasa. Ketika anak-anak menjadi lebih baik dalam memahami lingkungannya, peningkatan apresiasi terhadap lingkungannya ini membantu anak-anak mempertahankan atensinya untuk beberapa waktu.







Meskipun demikian, paling tidak kendali atensi anak-anak prasekolah masih kurang dalam 2 hal: 
Salient vs relevant dimension (Dimensi yang menonjol vs dimensi yang relevan). Anak-anak cenderung menaruh perhatian pada stimuli yang menonjol atau mencolok, meskipun stimuli tersebut tidak relevan untuk memecahkan masalah atau menjalankan sebuah tugas. Sebagai contoh, jika seorang badut yang mencolok memberikan pengarahan kepada anak-anak dalam memecahkan masalah, anak-anak prasekolah cenderung lebih menaruh perhatian pada badut tersebut dibandingkan pada pengarahan yang diberikannya. Setelah usia 6 atau 7 tahun, anak-anak dapat memperhatikan dimensi-dimensi tugas yang relevan secara lebih efisien. Seperti dapat mengikuti pengarahan dalam memecahkan masalh. Perubahan ini mencerminkan suaut peralihan kendali yang bersifat kognitif untuk memberikan atensi; dalam kondisi ini anak-anak menjadi kurang implusif dan melakukan refleksi lebih banyak. 
Planfulness (perencanaan). Ketika pelaku eksperimen meminta anak-anak untuk menilai apakah kedua gambar yang kompleks itu sama atau tidak, anak-anak prasekolah cenderung melakukan perbandingan dengan menggunakan strategi yang serampangan, tidak menelaah semua detail sebelum membuat penilaian. Sebagai perbandingan, anak-anak usia sekolah dasar cenderung lebih melakukan pembandingan secara sistematis terhadap detail-detail di berbagai gambar, satu persatu (Vurpillot,1968) 



Negara-negara Eropa tengah mulai mengaplikasikan latihan yang didesain untuk meningkatkan atensi. Selain itu latihan komputer saat ini telah dikembangkan untuk meningkatkan atensi anak-anak. Sebagai contoh, suatu studi mengungkapkan bahwa latihan komputer selama lima hari yang mencakup pembelajaran menggunakan joystick, working memory, dan penyelesaian konflik meningkatkan atensi anak-anak usia 4 hingga 6 tahun (rueda dkk.2005).

Kemampuan anak-anak prasekolah untuk mengendalikan dan mempertahankan atensi berkaitan dengan kesiapan bersekolah



MEMORI

Merupakan sebuah proses yang utama di dalam perkembangan kognitif anak-anak. Memori anak-anak bayi bersifat rapuh, dan untuk sebagian besar, tidak bertahan lama kecuali memori mengenai aksi preseptual motorik, yang dapat bersifat substansial (Mandler, 2004). Dengan demikian, kita mengamati bahwa untuk dapat memahami kapasitas bayi dalam mengingat, kita perlu membedakan memori implisit dari memori eksplisit. Meskipun demikian, memori eksplisit memiliki banyak bentuk. Memori eksplisit antara lain dapat dipilih menjadi memori jangka panjang atau yang relatif permanen dan memori jangka pendek.



Memori Jangka Pendek (Short Term Memory) merupakan komponen memori dimana individu mempertahankan informasi selama 30 detik selama tidak ada pengulangan (rehearsal) terhadap informasi itu. Melalui pengulangan, kita dapat mempertahankan informasi dalam memori jangka pendek untuk waktu yang lebih lama. Salah satu untuk metode yang digunakan untuk menilai memori jangka pendek adalah tugas rentang-memori (Memory-span task). Anda mendengarkan suatu daftar singkat dari stimuli, biasaanya dalam bentuk angka yang disajikan secara cepat (satu agnka peredetik). Kemudian anda diminta untuk mengulang angka-angka tersebut.

Memori jangka pendek meningkat selama masa kanak-kanak awal. Meskipun demikian ingatlah bahwa rentang memori bervariasi antara individu yang satu dengan individu lainnya. Mengulang informasi yang tersimpan merupakan hal yang pentig. Nak-anak yagn lebih tua lebih sering mengulang angka dibandingkan anak-anak yang lebih muda. Kecepatan, terutama kecepatan dimana bagian-bagian memori dapat diidentifikasi dan efisiensi di dalam memroses informasi merupakan hal yang penting (Schneider, 2004)



Seberapa Akurat Memori Jangka Panjang Anak-anak? Saat rentang memori jangka pendek balita meningkat selama masa kanak-kanak awal, memori mereka juga menjadi semakin akurat. Anak-anak kecil mampu mengingat sejumlah besar informasi jika mereka diberikan isyarat dan petunjuk yang tepat (Bruck & Ceci, 2012, 2014). Kini anak-anak bahkan diizinkan untuk bersaksi di pengadilan, terutama jika mereka adalah satu-satunya saksi dalam tindak kekerasan, kejahatan, dan sebagainya (Cederborg & others, 2014; Lamb & others, 2015). Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi keakuratan memori anak-anak (Bruck & Ceci, 1999): 
Terdapat perbedaan usia berkaitan dengan kepekaan anak terhadap sugesti. Anak-anak prasekolah adalah kelompok usia yang paling mudah disugesti dibandingkan dengan anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa (Lehman & others, 2010). Sebagai contoh, anak-anak prasekolah lebih rentan untuk tersesat atau keliru dalam mengingat informasi mengenai peristiwa yang telah berlalu (Ghetti & Alexander, 2004). Terlepas dari perbedaan usia, terdapat kekhawatiran mengenai reaksi anak-anak yang lebih tua ketika dijadikan subjek wawancara sugesti (Ahern & Lamb, 2014; Bruck & Ceci, 2012). 
Terdapat perbedaan individual dalam kepekaan. Beberapa anak prasekolah sangat resisten terhadap sugesti dari pewawancara, sedangkan anak-anak lainnya langsung menerima sugesti yang kecil sekalipun (Ceci & Klemfuss, 2010; Sim & Lamb, 2014). Sebuah studi menunjukkan bahwa kemampuan anak-anak prasekolah untuk menghasilkan narasi yang berkualitas tinggi ada kaitannya dengan resistensi mereka terhadap sugesti (Kulkofsky & Klemfuss, 2008). 
Teknik-teknik wawancara dapat mengakibatkan distorsi yang bersifat substansial dalam laporan anak mengenai peristiwa-peristiwa yang sangat penting. Anak-anak tidaklah hanya dapat disugestikan mengenai hal-hal yang bersifat permukaan saja tetapi juga mengenai aspek sentral dari suatu peristiwa (Bruck & Ceci, 2012; Cederborg & others, 2014). Dalam beberapa kasus laporan palsu anak-anak dapat diwarnai dengan konotasi seksual. Dalam studi laboratorium, anak-anak membuat pernyataan yang salah tentang “peristiwa aneh” yang melibatkan kontak tubuh (misalnya “Apakah perawat itu menjilat lututmu?” atau “Apakah ia meniup kupingmu?”). Sejumlah besar anak prasekolah telah salah melaporkan bahwa seseorang menyentuh bagian pribadi mereka, mencium mereka, dan memeluk mereka, padahal peristiwa-peristiwa ini jelas tidak terjadi dalam penelitian. Meskipun demikian, anak-anak mampu mengingat banyak hal yang relevan mengenai suatu peristiwa (Fivush, 1993). Anak-anak lebih mungkin mengingat informasi suatu peristiwa secara akurat jika pewawancara menggunakan nada yang netral, membatasi menggunakan pertanyaan yang menyesatkan, dan tidak memotivasi anak untuk membuat laporan yang salah (Bruck & Ceci, 2012; Principe, Greenhoot, & Ceci, 2014). 



Singkatnya, apakah kesaksian dari anak-anak akurat atau tidak, mungkin tergantung pada sejumlah faktor seperti jenis, jumlah, dan teknik sugestif yang anak alami (Lamb & others, 2015). Tampaknya tingkat keandalan dari laporan anak-anak bergantung pada keterampilan dan motivasi dari pewawancara karena adanya keterbatasan alami pada memori anak (Bruck & Ceci, 2014).



Memori Otobiografi Aspek lain dari memori jangka panjang yang telah dipelajari secara ekstensif dalam penelitian tentang perkembangan anak adalah memori otobiografi (Pathman & St. Jacques, 2014). Memori otobiografi melibatkan memori dari peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman yang signifikan dalam kehidupan seseorang. Individu akan melibatkan memori otobiografi ketika ia menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti “Siapakah guru di kelas pertamamu dan apa seperti apa dia?” atau “Peristiwa apa yang paling traumatis yang terjadi kepadamu sebagai seorang anak?”.

Selama masa-masa prasekolah, memori anak-anak semakin memuat karakteristik memori otobiografi (Bauer, 2013; Bauer & Fivush, 2014; Miller, 2014). Di beberapa bagian, seperti mengingat sebuah cerita, film, lagu, ataupun suatu peristiwa atau pengalaman yang menarik, anak-anak telah terbukti memiliki memori yang cukup baik. Dari 3 sampai 5 tahun, anak-anak akan (1) semakin mengingat waktu dan tempat terjadinya peristiwa secara lebih spesifik, misalnya “Pada ulang tahunku di Chuck E. Cheese’s tahun lalu” dan (2) mencakup lebih banyak elemen sehingga narasi mereka akan lebih detail (Bauer, 2013). Dalam sebuah penelitian, anak-anak berkembang dari dapat mendeskripsikan 4 benda di usia 3,5 tahun menjadi 12 benda pada usia 6 tahun (Fivush & Haden, 1997).



FUNGSI EKSEKUTIF 

Baru-baru ini, peningkatan perhatian diberikan pada perkembangan fungsi eksekutif anak, fungsi eksekutif adalah sebuah konsep yang menyerupai payung terdiri dari sejumlah tingkat proses kognitif yang lebih tinggi yang berkaitan dengan perkembangan korteks prefrontal otak. Fungsi eksekutif melibatkan pengelolaan pikiran seseorang dalam mengarahkan perilaku ke suatu tujuan dan kontrol diri.

Pada masa kanak-kanak awal, fungsi eksekutif terlibat terutama pada kemajuan perkembangan kognitif bagian inhibisi atau menahan diri (seperti menahan diri dari kecenderungan yang kuat terhadap sifat yang tidak benar), fleksibilitas kognitif (seperti peralihan atensi ke item atau topik lain), penetapan tujuan (seperti berbagi mainan atau menguasai keterampilan, misalnya menangkap bola), dan penundaan gratifikasi (misalnya harus menunggu lebih lama untuk mendapat hadiah yang lebih menarik) (Carlson, Zelalo, & Faja, 2013; Zelalo & Muller, 2011). Selama masa kanak-kanak awal, balita yang stimulusnya relatif dilatih akan berubah menjadi anak yang mampu fleksibel, memecahkan masalah yang diarahkan pada tujuannya yang menjadi karakteristik dari fungsi eksekutif (Zelazo & Muller, 2011). Para peneliti telah menemukan bahwa kemajuan dalam fungsi eksekutif pada masa prasekolah berkaitan dengan kesiapan sekolah anak (Bierman & others, 2008).

Walter Mischel dan rekan-rekannya (Berman & others, 2013; Mischel, Cantor, & Feldman, 1996; Mischel & Moore, 1980; Mischel & others, 2011; Schlam & others, 2013) telah melakukan sejumlah studi mengenai penundaan gratifikasi dengan anak-anak. Salah satu cara mereka mengukur penundaan gratifikasi yaitu dengan menempatkan seorang anak sendirian dalam sebuah ruangan beserta sebuah marshmallow memikat yang dapat mereka jangkau. Anak-anak diberitahu bahwa mereka dapat membunyikan bell setiap saat dan memakan marshmallow tersebut atau mereka dapat menunggu sampai sang eksperimen kembali dan mereka akan mendapat dua marshmallow. Di antara anak-anak yang mampu menunggu sang ekperimen kembali, apa saja hal-hal yang mereka lakukan untuk membantu mereka menunggu? Mereka melibatkan sejumlah strategi untuk mengalihkan perhatian mereka dari marshmallow, termasuk menyanyikan lagu, mengambil kotoran hidung mereka, ataupun melaakukan hal-hal lain untuk menjaga agar tidak melihat ke arah marshmallow. Mischel dan rekan-rekannya memberi label pada strategi-strategi ini sebagai “cool thoughts” (yaitu, melakukan pemikiran dan aktifitas yang tidak berhubungan dengan marshmallow), sedangkan mereka mengatakan bahwa anak-anak yang terus-terusan melihat ke arah marshmallow terlibat dalam “hot thoughts”. Anak-anak yang terlibat dalam cool thoughts lebih cenderung untuk memakan marshmallow setelahnya atau menunggu sang ekperimen kembali ke ruangan. Dalam satu studi yang menggunakan tugas penundaan gratifikasi yang telah dijelaskan sebelumnya, penundaan gratifikasi yang lebih panjang pada usia 4 tahun berkaitan dengan indeks massa tubuh yang lebih rendah tiga dekade kemudian (Schlam & others, 2013).

Stephanie Carlson dan rekan-rekannya (2010, 2011; Carlson, Claxton, & White, 2014; Carlson & White, 2013; Carlson, White, & Davis-Unger, 2014) telah melakukan sejumlah studi penelitian pada fungsi eksekutif anak. Dalam sebuah penelitian, anak-anak mendengarkan orang dewasa membacakan salah satu dari buku Planet Opposite—sebuah buku fantasi dimana semuanya dalam keadaan terbalik—atau buku Fun Town—sebuah buku fiksi yang berorientasikan realitas (Carlson & White, 2011). Setelah mendengar orang dewasa membacakan salah satu dari buku tersebut, anak-anak ditugaskan untuk menyelesaikan Less Is More Task, dimana mereka menunjukkan dua buah nampan permen—sebuah nampan berisi 5 buah permen, nampan yang lain berisi 2 buah permen—dan mereka diberitahu bahwa nampan yang mereka pilih akan diberikan kepada boneka binatang yang berada di atas meja. Tugas ini sulit untuk anak usia 3 tahun, yang cenderung memilih nampan berdasarkan apa yang mereka inginkan (dan akhirnya harus kehilangan nampan untuk boneka binatang). Enam puluh persen dari anak usia 3 tahun yang mendengarkan cerita dari buku Planet Opposite memilih nampan permen yang isinya lebih sedikit, dibandingkan dengan hanya 20 persen dari teman-teman mereka yang mendengar cerita lebih mudah. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan belajar dunia imajiner mungkin membantu anak-anak menjadi lebih fleksibel dalam pemikiran mereka.

Apa sajakah beberapa prediktor dari fungsi eksekutif anak? Praktek parenting ada kaitannya dengan perkembangan dari fungsi eksekutif anak (Carlson, Zelazo, & Faja, 2013; Cuevas & others, 2014). Sebagai contoh, beberapa penelitian telah menghubungkan penggunaan scaffolding verbal yang baik oleh orangtua (memberikan dukungan yang sesuai usia selama mengerjakan tugas kognitif) dengan fungsi eksekutif anak yang lebih maju (Bernier, Carlson, & Whipple, 2010; Bibok, Carpendale, & Muller, 2009; Hammond & others, 2012; Hughes & Ensor, 2009). Studi lain menemukan bahwa anak-anak prasekolah yang securely attached pada ibu mereka memiliki tingkat fungsi eksekutif yang lebih tinggi daripada rekan-rekan mereka yang insecurely attached (Bernier & others, 2011).

Prediktor-prediktor lain dari fungsi eksekutif yang lebih baik pada anak termasuk di dalamnya status sosial ekonomi yang tinggi (Obradovic, 2010); beberapa aspek bahasa, termasuk ukuran kosakata, pelabelan verbal, dan bilingualisme (Bell, Wolfe, & Adkins, 2007; Bialystok, 2010; Muller & others, 2008); imajinasi (misalnya dalam menghasilkan ide-ide baru) (Carlson & White, 2013); latar belakang budaya (anak-anak Asia, khususnya anak-anak di perkotaan Cina dan Korea, menunjukkan fungsi eksekutif yang lebih baik daripada anak-anak AS) (Lan & others, 2011; Sabbagh & others, 2006); dan lebih sedikit memiliki gangguan tidur (Friedman & others, 2009).



THE CHILD’S THEORY OF MIND

Anak kecil juga memiliki rasa ingin tahu tentang hakekat dari pikiran manusia (Astington & Hughes, 2013; Buttelmann & others, 2014; Ronfard & Harris, 2014; Wellman, 2011). Mereka memiliki sebuah theory of mind (teori mengenai pikiran), yang merujuk pada kesadaran seseorang mengenai proses-proses mentalnya sendiri serta proses-proses mental orang lain. Memiliki theory of mind membantu kita untuk memahami dan memprediksi perilaku individu lain dan membuat dunia social lebih mudah dipahami. Individu satu dengan yang lain memiliki theory of mind yang berbeda tergantung pada pengalaman sosialnya. Pada awalnya, Piaget menyimpulkan bahwa anak-anak yang berusia kurang dari 6 tahun tidak dapat membedakan antara pikiran atau mimpi dan kesatuan realita serta tidak memiliki theory of mind. Studi mengenai theory of mind memandang anak sebagai “seorang pemikir yang mencoba untuk menjelaskan, memprediksikan, dan memahami pikiran,perasaan, serta ucapan orang lain” (Harris, 2006, hal.874). 



Perubahan perkembangan, theory of mind anak-anak berubah sejalan dengan perkembangan mereka di masa kanak-kanak (Gelman, 2013; Lillard & Kavanaugh, 2014; Wellman, 2011). Beberapa perubahan terjadi di masa-masa awal perkembangan, seperti berikut ini.

Dari usia 18 bulan hingga 3 tahun, anak-anak mulai memahami tiga kondisi. 
Persepsi, ketika berusia 2 tahun anak menyadari bahwa orang lain melihat apa yang ada di depan mata mereka dan bukan apa yang ada di depan anak itu (Lempers, Flavell, & Flavell, 1977), dan pada usia 3 tahun anak menyadari bahwa melihat menjadikannya mengetahui apa yang ada di dalam sebuah kotak mainan (Pratt & Bryant, 1990). 
Emosi, anak mampu membedakan antara emosi-emosi positif (misalnya, bahagia) dan emosi-emosi negative (misalnya, sedih). Seorang anak mungkin mengatakan, “Tomi merasa sedih”. 
Keinginan, semua manusia memiliki keinginan. Namun, kapankah anak mulaimenyadari bahwa keinginan orang lain mungkin berbeda dengan keinginannya? Anak batita memahami bahwa seandainya seseorang menginginkan sesuatuorang itu akan mencoba mendapatkannya. Sebagai contoh, seorang anak mungkin mengatakan “aku ingin ibuku”. 



Seorang anak usia 2 hingga 3 tahun memahami bagaimana keinginan memiliki kaitan dengan aksi dan emosi-emosi sederhana. Sebagai contoh, mereka memahami bahwa orang akan mencari sesuatu yang diinginkan dan bahwa jika berhasil mendapatkannya, mereka cenderung akan merasa bahagia; sebaliknya jika tidak berhasil, mereka akan terus mencari dan cenderung merasa sedih atau marah (Wellman & Woolley, 1990). Anak-anak lebih sering dan lebih dulu mengacu pada keinginan daripada pernyataan kognitif seperti pemikiran dan pengetahuan (Bartsch & Wellman, 1995).

Salah satu tanda perkembangan dalam memahami keinginan orang lain adalah menyadari bahwa orang lain mungkin berbeda keinginannya dengan diri sendiri (Doherty, 2008). Bayi berusia 18 bulan mengerti bahwa makanan kesukaannya mungkin tidak sama dengan makanan kesukaan orang lain. Bayi itu akan memberikan makanannya kepada orang dewasa yang akan mengatakan “enak!”, bahkan jika makanan itu tidak disukai oleh si bayi (Repacholi & Gopnik, 1997). Ketika bayi itu bertambah besar, ia dapat mengatakan bahwa ia tidak menyukai sesuatu yang disukai orang dewasa (Flavell & others, 1992).

Antara usia tiga sampai lima tahun, anak-anak mulai memahami bahwa pikiran dapat mempresentasikan objek-objek dan peristiwa-peristiwa secara akurat maupun tidak akurat (Low & Simpson, 2012). Anak juga mulai memahami bahwa seseorang dapat berpikir tentang sesuatusementara melakukan atau memperhatikan yang lain; bahwa seseorang yang memiliki mata dan telinga yang tertutup dapat memikirkan tentang sebuah objek; bahwa seseorang yang terlihat murung bias jadi sedang berfikir; dan bahwa berpikir itu berbeda dengan melihat, bicara, menyentuh, dan mengethaui (Flavell & others, 1995).

Bagaimanapun, anak usia prasekolah umumnya percaya bahwa aktivitas mental dapat dimulai dan berhenti. Tidak sampai pertengahan masa anak-anak, mereka tahu bahwa pikiran akan terus aktif (Flavell, 1993; Flavell & others, 1995). Anak usia prasekolah juga pada umumnya percaya bahwa mereka dapat bermimpi tentang apa saja yang mereka inginkan. Tidak sampai usia sebelas tahun, anak menyadari bahwa mereka tidak dapat mengontrol mimpi mereka (Wooley & Boerger, 2002).

Kesadaran bahwa orang dapat memiliki keyakinan yang keliru (false belief) atau keyakinan yang tidak benar yang berkembang pada mayoritas anak-anak di usia 5 tahun (Wellman, Cross, & Watson, 2001). Pada poin ini sering kali penting dalam memahami pikiran dan mengenali bahwa keyakinan tidak hanya diletakkan dalam pikiran melalui alam sekitar, tapi juga orang yang berbeda dalam meiliki keyakinan berbeda dan kadang-kadang tidak benar (Gelman, 2009). Dalam sebuah studi klasik mengenai keyakinan yang keliru, anak-anak kecil diperlihatkan sebuah kotak plester dan diminta untuk menebak isinya (Jenkins & Astington, 1996). Di luar dugaan anak-anak, kotak itu diisi pensil. Anak usia tiga tahun yang belum pernah melihat isi kotak itu, biasanya akan menjawab “pensil”. Meskipun demikian, anak usia empat sampai lima tahun, yang tertawa menyeringai atas jawaban anak-anak lain yang tidak melihat isi kotak itu, akan mengatakan di dalam kotak itu terdapat plester.

Dalam suatu penelitian yang lain, anak-anak diberikan sebuah cerita tentang Sally dan Anne; Sally meletakkan mainan dalam sebuah keranjang kemudia meninggalkan ruangan (Gambar 7.16 hal 219). Tanpa sepengetahuan Sally, Anne mengambil mainan dari keranjang dan menempatkannya dalam sebuah kotak. Anak-anak ditanya kemana Sally akan mencari mainannya ketika ia kembali. Pada umumnya, anak usia tiga tahun akan mengatakan bahwa Sally akan mencari mainannya dalam kotak (meskipun Sally tidak tahu bahwa mainan itu telah dipindahkan ke tempat lain). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa anak-anak dengan usia kurang dari empat tahun tidak memahami kemungkinan memiliki keyakinan yang keliru.

Namun, terdapat banyak alasan untuk mempertanyakan fokus momen penting ini dalam perkembangan theory of mind. Sebagai contoh, tugas keyakinan yang keliru merupakan tugas rumit yang melibatkan sejumlah factor seperti karakter-karakter dalam suatu cerita dan semua tindakan individual mereka (Bloom & German, 2000).

Anak berusia tiga tahun gagal mengenali keyakinan keliru karena pemikiran yang egosentris. Pada usia itu, anak-anak cenderung yakin bahwa orang lain tahu apa yang mereka tahu dan yakin apa yang mereka lakukan, dan mereka mengalami kesulitan memahami apa yang mereka yakini bisa keliru (Lillard & Curenton, 1999). Anak berusia empat tahun memahami bahwa individu yang mendengar kejadia dengan versi yang berbeda bisa jadi terpengaruh dengan keyakinan yang berbeda. Tidak sampai usia enam tahun, anak-anak menyadari bahwa individu yang melihat atau mendengar hal yang sama akan menginterpretasikannya secara berbeda (Pillow & Henrichson, 1996).

Setelah usia prasekolah yaitu sekitar usia lima hingga tujuh tahun anak-anak memiliki apresiasi mendalam terhadap pikiran dan tidak sekedar memahami kondisi mental. Sebagai contoh, anak-anak mulai menyadari bahwa perilaku orang tidak harus mencerminkan pikiran dan perasaannya (Flavell, Green, & Flavell, 1993). Pada masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, anak-anak memandang pikiran sebagai konstruktor pengetahuan atau pusat pemrosesan yang aktif (Flavell, Green, & Flavell, 1998). Mereka juga mulai berkembang dari hanya sekedar memahami bahwa keyakinan dapat keliru, menjadi mampu menyadari bahwa bahwa peristiwa yang sama dapat terbuka terhadap berbagai interpretasi (Carpendale & Chandler, 1996).sebagai contoh, dalam suatu penelitian, seorang melihat suatu gambar sketsa yang ambigu (misalnya, gambar yang mungkin terlihat sebagai seekor bebek atau kelinci); seseorang mengatakan kepada anak itu bahwa ia yakin sketsa tersebut adalah seekor bebek sedangkan seseorang yang lain mengatakan itu adalah seekor kelinci (Gambar 7.17 hal 219). Sebelum usia tujuh tahun, anak-anak mengatakan bahwa hanya ada satu jawaban yang berbeda,

Meskipun sebagian besar peneliti theory of mind berfokus anak-anak pada sekitar atau sebelum prasekolah, pada usia tujuh tahun dan sesudahnya terdapat perkembangan penting dalam kemampuan memahami keyakinan dan pemikiran orang lain. Memahami bahwa orang akan memiliki interpretasi yang berbeda itu penting, demikian pula dengan mengetahui bahwa beberapa interpretasi dan keyakinan harus dievaluasi berdasarkan argument dan bukti-bukti (Kuhn, Cheney, & Weinstock, 2000). Di masa remaja awal, anak-anak mulai memahami bahwa orang dapat memiliki perasaan ambivalen (Flavell, & Miller, 1998). Mereka akan mulai mengetahui bahwa orang yang sama dapat merasa senang sekaligus sedih mengenai suatu kejadian. Anak-anak juga lebih terlibat dalam pemikiran rekursif; memikirkan apa yang dipikirkan orang lain.



Membedakan antara tampilan dan realita, menurut Piaget tidak sampai usia sekitar lima hingga enam tahun anak-anak mulai memahami perbedaan antara apa yang tampak nyata dan apa yang nyata. Kebanyakan penelitian menolak pendapat tersebut, walaupun melalui beberapa studi menemukan kemampuan ini muncul sebelum usia empat tahun.

Dalam rangkaian eksperimen klasik (Flavell, Green, & Flavell, 1986) anak usia tiga tahun terlihat bingung antara tampilan dan realita dalam beberapa tes. Contohnya, ketika anak-anak dipasangkan kaca mata hitam yang membuat susu tampak berwarna hijau, mereka mengatakan bahwa susu itu memang berwarna hijau, meskipun mereka telah melihat susu itu putih. Anak usia tiga tahun memiliki kesulitan dalam membedakan apa yang hamper nyata menjadi sangat nyata dibanding kenyataannya.



Perbedaan Individual, sebagaimana dalam penelitian perkembangan lainnya, terdapat perbedaan individual dalam usia ketika anak-anak mencapai tahapan tertentu pada theory of mind mereka (Wellman, 2011). Sebagai contoh, anak-anak yang berkomunikasi kepada orang tuanya tentang perasaan mereka ketika berusia dua tahun biasanya menunjukkan performa yang baik dalam tugas-tugas theory of mind (Ruffman, Slade, & Crowe, 2002), demikian pula dengan anak-anak yang sering melakukan permainan peran (Harris, 2000). Fungsi eksekutif yang menjelaskan beberapa fungsi yang telah dibahas sebelumnya dalam bab ini, seperti perencanaan dan penghambatan, yang penting bagi perilaku yang fleksibel, berorientasi masa depan, dan juga terhubung dengan perkembangan theory of mind (Astington, & Hughes, 2013; Benson & others, 2014; Fizke & others, 2014). Dalam suatu tugas fungsi eksekutif, anak-anak diminta untuk mengucap kata “malam” ketika melihat gambar matahari dan kata “siang” ketika melihat gambar bulan dan bintang. Untuk melakukan hal ini dengan benar, anak-anak harus terlibat dalam kontrol penghambatan dengan menekan respon paling realistis (mengatakan kata siang ketika melihat gambar matahari, sebagai contoh).

Anak-anak yang dapat melakukan tugasnya dengan baik cenderung memiliki theory of mind yang lebih baik (Astington & Hughes, 2013; Sabbagh & others, 2006). Dalam sebuah studi baru-baru ini, anak-anak 3½ tahun yang menunjukkan kinerja yang buruk pada tugas-tugas keyakinan keliru diberi pelatihan untuk meningkatkan fungsi eksekutif mereka (Benson & others, 2014). Perbaikan dalam fungsi eksekutif anak-anak sebagai hasil dari pelatihan itu terkait dengan perbaikan dalam theory of mind. Para peneliti menyimpulkan bahwa keterampilan fungsi eksekutif mempromosikan kemajuan dalam theory of mind dengan memfasilitasi kemampuan anak untuk merenungkan dan belajar dari pengalaman yang relevan.

Perkembangan bahasa juga mungkin memainkan peran penting dalam sifat reflektif meningkatnya theory of mind sebagai anak-anak melalui anak usia dini dan masa kecil menengah dan akhir (Astington & Hughes, 2013; Meins & others, 2013). Peneliti telah menemukan bahwa perbedaan dalam kemampuan bahasa anak-anak memprediksi kinerja pada tugas theory of mind (Hughes & Ensor, 2007).





DAFTAR PUSTAKA



Santrock, J. W. 2015. Life-Span Development (15th Ed.). New York: McGraw Hill.

No comments:

Post a Comment